Februari 19, 2012

Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia

PERADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERADABAN INDONESIA

A.    KEBUDAYAAN BACSON HOABINH

Di Lembah Sungai Mekong terdapat dua pusat kebudayaan, yaitu Bacson Hoabinh dan Dongson. Bacson adalah daerah pegunungan, sedangkan Hoabinh adalah daerah dataran rendah. Keduanya terletak tidak jauh dari Teluk Tonkin. Peradaban mereka pada mulanya adalah peradaban mesolithikum dengan hasil kebudayaannya berupa alat-alat yang baru diasah bagian tajamnya saja. Alat mereka yang terkenal adalah Peble (kapak sumatera), sedangkan manusia pendukungnya dari ras Papua Melanesoide. Baik kebudayaan maupun manusia pendukung kebudayaan ini kemudian berkembang di kepulauan Nusantara.

B.    KEBUDAYAAN DONGSON

Penelitian terhadap nekara perunggu yang dilakukan oleh F. Heger memperkuat adanya hubungan antara Kepulauan Indonesia dengan peradaban di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian F. Heger tersebut dapat diklasifikasikan antara nekara tipe lokal dengan nekara tipe yang sama dengan yang terdapat di Asia Tenggara. Adanya kesamaan ini bukan berarti bahwa nekara-nekara itu berasal dari Asia Tenggara, sebab adapula nekara-nekara yang dibuat di Nusantara. Hal terbukti dengan ditemukannya beberapa cetakan nekara seperti yang ditemukan di Bali. Penelitian terhadap benda-benda budaya tersebut juga sesuai dengan penelitian bahasa yang dilakukan oleh H.Kern pada tahun 1886.

C.    KEBUDAYAAN SA HUYNH

Menurut penelitian  Solheim II tradisi gerabah di Indonesia mendapat pengaruh dari tradisi gerabah yang berkembang di Asia Tenggara, yaitu tradisi gerabah Sa huynh-Kalanay dan tradisi Bau-Melayu. Tradisi Sa Huynh-Kalanay terutama berkembang di daerah Sa huynh (Vietnam) dan Kalanay (Filipina). Sedangkan tradisi Bau-Melayu terutama berkembang di Malaysia Timur, Filipina, Cina Selatan, Vietnam Utara, Taiwan dan Indonesia. Kedua tradisi ini dibedakan menurut pola hias dan cara pembuatannya.

Tradisi pembuatan gerabah di Nusantara telah berkembang pada zaman mesolithikum. Pada zaman Logam tradisi pembuatan gerabah berkembang pesat. Pada zaman ini tradisi pembuatan gerabah berkembang menjadi beberapa komplek, yaitu :
Komplek Jawa barat, dengan pesebarannya di Anyer (Banten), Leuwiliang (Bogor), Kramat Jati (Jakarta), dan Rengasdengklok (Karawang)
Komplek Sulawesi Selatan (Kalumpang)
Komplek Bali (Gilimanuk)


HUBUNGAN KEPULAUAN INDONESIA DENGAN PERADABAN INDIA DAN CINA

A.    HUBUNGAN DENGAN INDIA

Kepulauan Nusantara banyak disebutkan dalam kitab-kitab kuno baik dari India maupun dari bangsa Barat. Dalam kitab Jataka yang berisi tentang kehidupan Sang Budha menyebutkan tentang Suvarnabhumi sebagai negeri yang memerlukan perjalanan yang jauh dan penuh bahaya untuk mencapainya. Suvarnabhumi berarti pulau emas. Menurut S. Levi yang dimaksud dengan Suvarnabhumi adalah sebuah negeri di sebelah timur teluk Benggala. Sedangkan kitab Ramayana menyebutkan nama Yawadwipa yang diperkirakan adalah Pulau Jawa. Dikisahkan bahwa tentara kera yang bertugas mencari Sita di negeri-negeri sebelah timur telah memeriksa Yawadwipa yang dihias oleh tujuh kerajaan. Pulau ini adalah “pulau emas dan perak”. Kitab ini juga menyebutkan nama Suwarnadwipa yang berarti “pulau emas”. Suwarnadwipa memang kemudian dipergunakan untuk menyebutkan Pulau Sumatera.

Yãwa dalam bahasa Sansekerta berarti jelai. Diou dalam bahasa Pakrit adalah diwu dan dwipa dalam bahasa Sansekerta yang artinya pulau. Jadi yang dimaksud dengan Iabadiou adalah Yawadwipa yang besar kemungkinan adalah Pulau Jawa. Dalam Prasasti Canggal yang berangka tahun 654 Śaka atau tahun 732 Masehi, Pulau Jawa disebut dengan nama Dwipa Yawa. Berdasarkan kitab-kitab tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sejak awal Masehi kepulauan Indonesia telah masuk dalam jaringan perdagangan internasional.

Motivasi utama kedatangan orang-orang India itu adalah berdagang. Menurut Van Leur barang-barang yang diperdagangkan pada masa itu adalah barang-barang yang bernilai tinggi seperti : logam mulia, perhiasan, berbagai jenis tenunan, barang-barnag pecah belah di samping bahan-bahan baku yang diperlukan untuk berbagai kerajinan. Selain itu juga bahan-bahan ramuan untuk wangi-wangian dan obat. Sehingga barang-barang tersebut memerlukan masyarakat dalam taraf perkembangan tertentu sebagai konsumen.

Barang-barang yang diperdagangkan dari Indonesia selain emas adalah kayu cendana dan cengkeh dari daerah Indonesia bagian timur. Dalam kitab Raghuvansa karangan Kalidasa yang menurut para ahli hidup sekitar tahun 400 Masehi, disebutkan bahwa lavanga (cengkeh) yang berasal dari dvipantara. Wolter percaya bahwa yang dimaksud dengan dvipantara adalah kepulauan Nusantara (dwipa = nusa = pulau).


ASAL-USUL DAN PERSEBARAN MANUSIA DI KEPULAUAN INDONESIA

ASAL USUL DAN PESEBARAN MANUSIA

Selama berpuluh-puluh tahun petunjuk satu-satunya dalam penelitian pesebaran manusia purba adalah fosil-fosil dan artefak-artefak para leluhur kita yang ditinggalkan dalam pengembaraan mereka. Penelusuran asal-usul manusia seperti mendapatkan darah baru, setelah penerapan teknologi genetika dengan menggunakan DNA mitokondria (mtDNA) untuk mencari tahu hubungan kekerabatan antarpopulasi. Terobosan itu membuka pintu gerbang menuju pengungkapan cikal-bakal manusia modern atas dasar persamaan genetik.

Berdasarkan penelitian mtDNA dari berbagai populasi, para ilmuwan menyimpulkan, bahwa manusia modern sekarang ini semua merupakan satu keturunan dari satu nenek moyang ("Hawa" mitokondria). Hawa mitokondria segera bergabung dengan “Adam kromosom Y”. Semua umat manusia terkait dengan Hawa mitokondria melalui rantai para ibu yang tak terpatahkan.

Kesimpulan itu membuka cakrawala baru bahwa manusia modern bukanlah keturunan dari manusia purba semacam Homo Sapiens yang hidup 500.000 tahun lalu. Atau bahkan, spesies yang lebih tua seperti Homo Habilis (2,5 - 1,6 juta tahun lalu), Homo Ergaster (1,8 - 1,4 juta tahun lalu), dan Homo Erectus (1,5 juta tahun lalu).

DAERAH ASAL MANUSIA

Sekitar 50.000 hingga 70.000 tahun silam, satu gelombang kecil manusia yang mungkin hanya berjumlah seribu orang dari Afrika menuju pantai-pantai Asia bagian Barat. Ada dua jalur tersedia menuju Asia. Pertama mengarah ke lembah Sungai Nil, melintasi Semenanjung Sinai lalu ke utara lewat Levant. Namun jalur yang satunya juga mengundang untuk dijelajahi, yaitu melintasi Laut Merah. Pada saat itu (70.000 tahun yang lalu) bumi memasuki zaman es terakhir dan permukaan laut menjadi lebih rendah karena air tertahan dalam gletser. Pada bagian tersempit di muara Laut Merah hanya berjarak beberapa kilometer. Dengan menggunakan perahu primitif, manusia modern dapat menyeberangi laut untuk pertamakalinya.

Para pengembara telah mencapai Australia Barat Daya 45.000 tahun lalu. Hal ini terbukti dengan fosil seorang pria di Lake Mungo. Fosil-fosil lain yang belum terungkap di dalam tanah  mungkin berusia lebih tua yaitu sekitar 50.000 tahun yang lalu. Hal ini menjadi bukti paling awal manusia modern yang berada jauh dari Afrika.

Tidak ada jejak fisik berupa fosil orang-orang ini sepanjang sekitar 13.000 kilometer dari Afrika ke Australia. Semua mungkin sudah lenyap saat air laut naik sesudah zaman es. Namun jejak genetika berlangsung terus. Beberapa kelompok pribumi pada kepulauan Andaman dekat Myanmar, Malaysia dan Papua Nugini, serta orang Aborigin di Australia memiliki tanda garis keturunan mitokondria purba.

ASAL USUL DAN PESEBARAN MANUSIA INDONESIA

GELOMBANG KEDATANGAN PENDUDUK DARI ASIA DARATAN KE WILAYAH NUSANTARA

Berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan di wilayah Indonesia, dapat diketahui bahwa sejak 2.000.000 (dua juta) tahun yang lalu wilayah ini telah dihuni. Penghuninya adalah manusia-manusia purba dengan kebudayaan batu tua seperti Meganthropus Palaeo Javanicus, Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Soloensis dan Homo Wajakensis.

Ketika bangsa Melanesoide datang, mereka mulai menetap walaupun semi nomaden. Mereka akan pindah jika sudah tidak mendapatkan lagi makanan. Maka pilihan atas tempat-tempat yang akan ditempatinya adalah tanah yang banyak menghasilkan. Wilayah aliran sungai pula yang akan menjadi targetannya. Padahal, wilayah ini adalah juga wilayah di mana para penduduk asli mengumpulkan makanannya. Ini mengakibatkan benturan yang tidak terelakan antara kebudayaan palaeolithikum dengan kebudayaan yang mesolithikum. Alat-alat sederhana seperti kapak genggam atau choppers, alat-alat tulang dan tanduk rusa berhadapan dengan kapak genggam yang lebih halus atau febble, kapak pendek dan sebagainya.

Dalam setiap perpindahan manusia beserta kebudayaan yang datang ke Nusantara, selalu dilakukan oleh bangsa yang tingkat peradabannya lebih tinggi dari bangsa yang datang sebelumnya. Dari semua gelombang pendatang dapat dilihat bahwa mereka adalah bangsa-bangsa yang mulai bahkan telah menetap. Jika kehidupannya mereka masih berpindah, maka perpindahan bukanlah sesuatu hal yang aneh.

Suku-suku dari Asia tengah yakni Bangsa Aria yang mendesak Bangsa Melayu Tua sudah pasti memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi lagi. Bangsa Melayu Tua yang terdesak meninggalkan Yunan dan yang tetap tinggal bercampur dengan Bangsa Aria dan Mongol. Dari artefak yang ditemukan yang berasal dari bangsa ini yaitu kapak lonjong dan kapak persegi yang merupakan bagian dari kebudayaan Neolitikum.

Ini berarti orang-orang Melayu Tua, telah mengenal budaya bercocok tanam yang cukup maju dan bahkan mereka sudah beternak. Dengan demikian mereka telah dapat menghasilkan makanan sendiri (food producing). Kemampuan ini membuat mereka dapat menetap secara lebih permanen. Pola menetap ini mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai jenis dasar-dasar kebudayaan.

Sama seperti yang terjadi terdahulu, pertemuan dua peradaban yang berbeda kepentingan  melahirkan konflik untuk memperebutkan tanah. Dengan pengorganisiran yang lebih rapi dan peralatan yang lebih bermutu, kaum pendatang dapat mengalahkan penduduk asli. Sisa-sisa pengusung kebudayaan Batu Tua kemudian menyingkir ke pedalaman.

Pada gelombang migrasi kedua dari Yunan di tahun 2000-300 SM, datanglah orang-orang Melayu Muda. Mereka datang dengan kebudayaan perunggunya. Kebudayaan ini lebih tinggi lagi dari kebudayaan Batu Muda yang telah ada karena telah mengenal logam sebagai alat perkakas hidup dan alat produksi.

Kedatangan bangsa Melayu Muda mengakibatkan bangsa Melayu Tua yang tadinya hidup di sekitar aliran sungai dan pantai terdesak pula ke pedalaman. Dengan menguasai tanah, Bangsa Melayu Muda dapat berkembang dengan pesat kebudayaannya bahkan menjadi penyumbang terbesar untuk cikal-bakal bangsa Indonesia sekarang.

1 komentar: